Hosting Unlimited Indonesia

21 Vitamin untuk Meningkatkan Stamina dalam Menghafal Al Qur’an (Bagian 3)


13. Betapa sejuknya hati, bila Al-Quran menghiasi setiap kegiatan dalam keseharian kita
Kesejukan dan kedamaian hati bisa disebabkan oleh banyak hal. Adakalanya kedamaian hati muncul karena ketercukupan materi dan keterpenuhan kebutuhan finansial. Bisa juga kedamaian hati itu datang melalui dzikir dan membaca al-Quran. Sebagaimana firman Allah: Ingatlah dengan mengingat Allah hati menjadi tenang. Artinya, semakin banyak kita membaca al-Quran, semakin lama pula tingkat kedamaian yang menyelimuti kita.

Al-Quran bisa dibaca secara fleksibel kapan saja; pagi, siang, sore, petang, malam, tengah malam, saat senang, saat susah. Demikian juga, ia bisa dibaca dimana saja; di atas sajadah, di atas kasur, di atas kendaraan, sambil jalan, sambil beraktifitas. Fleksibilitas tersebut hanya dapat dilakukan bila yang bersangkutan hafal al-Quran secara lancar.


Kehadiran teknologi canggih saat ini sangat membantu meminimalisir kesalahan. Dengan teknologi audio digital, kita dapat mendengarkan al-Quran secara utuh melalui piranti MP3 portable yang terhubung dengan earphone mini. Teknologi visual juga tidak kalah canggih, al-Quran sekarang sudah bisa diinstall dalam perangkat ponsel, Ipad, Iphone maupun Blackberry. Dengan kata lain, hafalan yang kurang lancar, bukan sebuah kendala, sebab bisa diatasi dengan perangkat canggih tersebut.

14. Yakinlah bahwa Al-Quran akan menolong kita selama kita juga menolong Al-Quran
Al-Quran adalah kalamullah (firman Allah), sekaligus mukjizat nabi Muhammad terbesar. Mengikuti pesan-pesan yang terdapat dalam al-Quran hakikatnya adalah taat pada Allah dan rasulnya. Ikut memelihara al-Quran berarti ikut merealisasikan janji Allah dalam al-Quran: Sesungguhnya kamilah yang menurunkan al-Quran dan kamilah yang menjaganya.

Dalam ayat tersebut, terdapat kata “inna” yang berarti kami, padahal yang dimaksud adalah Allah. Sebagian mufassir mengatakan bahwa maksud ayat tersebut adalah pelibatan manusia dalam rangka penjagaan Allah terhadap al-Quran. Para ulama sepakat bahwa hukum menghafal al-Quran itu fardlu kifayah. Keputusan hukum tersebut diantaranya didasarkan pada ayat di atas.

Hal senada dengan itu, firman Allah: Jika kalian membantu Allah pastilah Allah akan membantu kalian. Dengan kata lain kalau kalian membantu al-Quran maka al-Quran akan membantu kalian. Betapa banyak orang yang hidupnya bahagia sejahtera, lantaran mencurahkan perhatiannya untuk belajar dan mengajarkan al-Quran. Bentuk perjuangan tertinggi dalam membantu al-Quran adalah menghafalkannya. Untuk itu yakinlah, setelah kita bersusah payah menghafalkan al-Quran kelak hidup kita akan ditata langsung oleh Allah.

15. Tidak banyak, orang yang mendapatkan fasilitas hidup seperti kita. Apa wujud terima kasih kita?
Rasa syukur yang mendalam atas sebuah nikmat mampu menginspirasi untuk berbuat lebih baik. Dengan menyadari karunia Allah berupa kemampuan baca al-Quran atau berupa rizki yang cukup, seseorang pasti ingin mengungkap rasa syukurnya kepada pemberi karunia tersebut, yaitu Allah swt. Syukur yang hakiki adalah mengarahkan karunia tersebut sesuai dengan yang dikehendaki Allah.

Lalu bagaimana mensyukuri karunianya yang berupa kemampuan baca al-Quran? Sepakat atau tidak sepakat harus diakui bahwa di sekeliling kita sangat langka orang yang bisa baca al-Quran dengan baik dan benar. Secara tersirat dapat dipahami bahwa Allah memang memilih diantara hambanya orang-orang yang dititipi  al-Quran. Orang pilihan pastilah orang yang terpercaya. Orang yang terpercaya pastilah ia orang yang terbaik. Allah berfirman:
ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ ﴿فاطر:٣٢﴾

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allah. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.

Adapun bentuk rasa syukur tersebut adalah memperbanyak membaca atau menghafalkannya atau memahami isi kandungannya atau melakukan ketiganya. Orang yang diberikan kemampuan membaca dengan baik, hakikatnya dia baru diberi media untuk menjadi orang baik. Sama halnya orang yang diberi kail untuk memancing atau pisau untuk memotong. Kail dan pisau tersebut oleh si pemberi bukan untuk hiasan. 

Si pemberi sebetulnya sedang menanti kapan kail dan pisau tersebut dipakai. Si pemberi akan merasa puas apabila kedua alat tersebut benar-benar telah dipakai untuk kebaikan. Demikian juga kemampuan baca al-Quran, ia hanya sebuah media (wasilah), sementara tujuan diberikannya karunia tersebut adalah dengan membaca sebanyak-banyaknya, menghafalkannya, dan memahami kandungannya.

16. Mulailah dari nol, karena ia pengganda setiap bilangan. Mulailah dari niat, karena ia menjadi penentu setiap sukses.

Banyak orang mendambakan suatu cita-cita dan memimpikan cita-cita tersebut tergapai dengan mudah tanpa pengorbanan. Tak terhitung mereka yang kagum dengan para penghafal al-Quran. Tak terhitung pula mereka berkeinginan untuk menjadi penghafal al-Quran. Hanya saja tidak banyak dari mereka yang menindaklanjuti keinginan tersebut dalam bentuk aksi nyata. Terkait dengan fenomena ini Ibn Athaillah dalam kitabnya Al-Hikam mengatakan:
كَيْفَ تَخْرِقُ لَكَ الْعَوَائِدُ وَأَنْتَ لَـمْ  تَخْرِقْ مِنْ نَفْسِكَ الْعَوَائِدَ
Bagaimana mungkin engkau mendapatkan keluarbiasaan (khoriqul adah) kalau engkau tidak mengeluarkan dirimu dari kebiasaan

Setiap kesuksesan pasti diawali dari sebuah perjuangan dan pengorbanan. Setiap perjuangan dalam meraih kesuksesan pastilah akan berhadapan dengan sekian banyak rintangan. Bukankah dalam agama sendiri -menurut al-Quran- terdapat banyak jalan mendaki (aqabah)? Dan Allah menjanjikan surga bagi orang yang melewati aqabah terbut.

Bila Anda sekarang ini memiliki keinginan untuk menghafal al-Quran, syukurilah itu karena ia adalah obor yang membantu kita melewati gelapnya lorong panjang menuju taman surgawi yang abadi. Jangan pernah rasa cinta dan motivasi tersebut redup dan memudar lalu padam. Pelihara obor itu agar lebih terang dan semakin terang. Obor yang padam akan susah menyala kembali. Obor yang padam tidak dapat dipastikan kapan ia menyala kembali dan tidak ada jaminan untuk menyala kembali.

Untuk itu mulailah dari sekarang, jangan pernah menunda kesempatan emas karena ia tidak akan pernah datang untuk kedua kalinya.  Mulailah selalu dengan niat dan komitmen tinggi. Niat laksana angka nol yang menggandakan jumlah bilangan. Tanpa angka nol, tidak mungkin ada angka sepuluh, seratus, seribu dan seterusnya. Sebagaimana juga tidak mungkin ada urutan ke sepuluh tanpa dimulai dari urutan pertama. Artinya untuk mengejar cita-cita suci, perlu sebuah niat dan komitmen yang mantap, baru setelah itu memulai tahap I, tahap terendah yang mesti dilalui.

Mustahil, bila ada orang hafal al-Quran 30 juz secara instan, alias bim salabim, dalam hitungan hari. Jangan bermimpi berlebihan bahwa Anda bisa hafal al-Quran melalui jalan ladunni (pemberian langsung dari Allah), sehingga waktu habis untuk mencari wirid kesana kemari dan mengamalkannya berbulan-bulan, sementara kegiatan menghafalnya tidak ada sama sekali. Imam Ar-Roghib Assirjani pernah mengatakan:
مَا لَمْ يَبْذُلْ جُهْدًا فِي حِفْظِهِ فَلاَ يَبْقَى فِي  الذَّاكِرَةِ إلاَّ قَلِيْلاً (الراغب السرجاني)

Barang siapa yang tidak mengerahkan sekuat tenaga untuk menghafal, maka tidak akan tersisa di otaknya kecuali hanya sedikit.

Saya bersama rombongan JQH (Jamiyyah Qurro’ wal Huffadz, kini bernama HTQ) Universitas Islam Negeri Malang tahun 2006 berkunjung ke beberapa pesantren di daerah Mojokerto dan Jombang. Dalam kunjungan tersebut, kami sempat menanyakan perihal wirid/doa yang mempercepat hafalan. Tak satupun dari para masyayikh yang kami kunjungi memberikan ijazah doa/wirid. Sebaliknya mereka justru mengatakan bahwa doa yang paling mustajab adalah al-Quran itu sendiri. Mereka lebih menekankan pada para santri yang sedang menghafal untuk fokus hafalan secara istiqomah dan menjauhi wirid-wirid khusus yang panjang. Pepatah Arab mengatakan:
بَيْضَةُ الْيَوْمِ خَيْرٌ مِنْ دَجاَجَةِ الْغَدِ

Lebih baik mengharap telur yang ada di hari ini dari pada mengharap ayam tapi masih besok adanya

Bersambung...

Sumber: https://cahayaqurani.wordpress.com

No comments:

Post a Comment