Hosting Unlimited Indonesia

21 Vitamin untuk Meningkatkan Stamina dalam Menghafal Al Qur'an (Habis)


17. Akankah kita menyerah sebelum pertandingan benar-benar selesai?
Tiap orang memiliki daya tahan (endurence) dan fokus yang berbeda-beda dalam menghafal, sehingga tidak jarang para santri itu berhenti di tengah perjalanan alias belum tuntas 30 juz, kendati banyak juga yang selesai tuntas. Terkadang ketidaktuntasan tersebut dipengaruhi oleh faktor eksternal, misalnya lingkungan menghafal yang kurang kondusif dan lemahnya dukungan keluarga. Bisa juga masalah muncul dari lemahnya motivasi internal.

Sejak awal, mestinya santri atau mahasiswa mengidentifikasi kemampuan dirinya. Apakah dia memiliki daya tahan dan fokus yang kuat? Apa dia juga memiliki motivasi yang tinggi? Proses identifikasi tersebut dilakukan dengan cara menghafal juz 30 terlebih dahulu. Juz 30 atau yang lebih dikenal dengan juz ‘amma memiliki karakteristik ayat dan surat yang pendek-pendek. Tentu dengan karakteristik seperti ini, juz 30 menjadi lebih mudah dihafal dibanding juz-juz lain dalam al-Quran. Dengan kemudahan tersebut, seorang santri akan mampu meraba sendiri kemampuan menghafalnya. Kalaupun dia terhenti di tengah jalan, tidak akan sia-sia. 


Sebab, suratnya pendek-pendek dan banyak berguna untuk menjadi imam shalat, minimal efektif untuk dijadikan wirid atau bacaan rutin harian.
Ibarat bangunan rumah, bangunan yang sudah lengkap; ada dinding, pagar serta atap, ia akan bertahan lama meski tidak dihuni dan tidak terawat. Demikian juga hafalan. Ketika seseorang menghafal satu surat secara utuh, biasanya akan awet atau tahan lama, meski lama tidak dibaca. Resikonya menghafal juz 1 pada tahap awal akan mudah hilang seandainya terhenti di pertengahan juz.

18. Dengarlah rintihan orang yang ingin menghafal, namun tidak tercapai
Diakui ataupun tidak, menghafal al-Quran itu bagi umumnya kaum muslimin maupun muslimat merupakan naluri. Ia akan muncul dan tenggelam sesuai lingkungan dan situasi yang melingkupinya. Naluri itu kadang menjelma menjadi sebuah cita-cita dan harapan, layaknya kekayaan, jabatan dan popularitas. Cita-cita tersebut akan berubah menjadi menyakitkan manakala tidak tercapai.

Beberapa teman yang dulu ingin menghafal, rata-rata mereka menyesali kenapa keinginan tersebut dulu tidak direalisasikan dalam wujud usaha. Lebih-lebih, mereka yang pernah menghafal dan belum tuntas, atau pernah hafal namun kini pergi entah ke mana, seumur hidup mereka akan diliputi rintihan dan penyesalan. Mereka seakan hidup dalam fatamorgana yang tiada henti dan pengandaian yang tak berujung; seandainya dulu saya begini dan begitu, niscaya saya akan seperti mereka yang sukses menghafal.

Sebelum kita merasakan pahitnya penyesalan, mari optimalkan potensi dan maksimalkan ikhtiyar. Tentu perjuangan di awal itu beratnya luar biasa. Penyesalan selalu berada di akhir cerita dan tak akan pernah muncul di awalnya. Demikian pula, indahnya kesuksesan itu hanya bisa dinikmati di akhir masa penantian panjang. Kata pepatah: berakit-rakit ke hulu berenang-renang ke tepian, bersusah-susah dahulu lalu bersenang-senang kemudian.

19. Jangan tunda, hidup ini selalu dipenuhi dengan kata “ternyata” dan “tiba-tiba”
Waktu ini kadang menyerupai fatamorgana. Dari jauh kelihatan indah, seakan kita masih memiliki kesempatan 1000 tahun yang tiap detiknya bisa diisi dengan 1000 aktifitas luar biasa. Namun, ternyata waktu yang kita miliki begitu singkat dan sesak dengan berbagai kesibukan harian yang teknis. Fatamorgana di atas akan meninabobokkan setiap orang, terlebih jika ingin melakukan kegiatan besar yang positif. Itulah ujian tiap orang yang ingin sukses.

Saat menghafal al-Quran, mahasiswa kadang begitu santai dalam melangkah. Alasan mereka, nanti saja kalau perkuliahan agak sedikit longgar, tugas kuliah terselesaikan semua, atau nanti saja kalau liburan panjang datang, akan menghafal sebanyak-banyaknya bila mungkin akan “bertapa” demi menyelesaikan hafalan. Sikap “taswif” (menunda-nunda) ini merupakan penyakit menular yang sangat ganas, serta penyebab utama dari setiap kegagalan menghafal.

Harus disadari, bahwa waktu kita secara matematis masih terbentang luas, sebenarnya hanyalah waktu bayangan bukan waktu yang sebenarnya. Misalnya; pada hari Minggu besok saya tidak ada kegiatan mulai pagi sampai malam sehingga jadwal menghafal hari Sabtu ini ditunda dulu lantaran agak sibuk. Marilah ditelaah contoh kasus penundaan di atas. 

Manusia oleh Allah tidak diberi kemampuan untuk mengetahui takdir di esok hari. Kita semestinya tidak mengandalkan waktu yang belum muncul di hari ini. Ada banyak kemungkinan yang akan terjadi di esok hari, diantaranya:
a. Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba ada teman sakit yang butuh pertolongan kita
b.  Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba tubuh kita meriang/sakit
c. Memang betul longgar, tetapi tiba-tiba ada kabar kurang baik dari keluarga yang membuat kita susah
d. Pada pagi hari tiba-tiba ingin berolah raga atau main musik
e. Pada pagi hari, tiba-tiba ingin masak bersama teman atau mencuci baju
f. Pada siang hari, tiba-tiba ada acara televisi yang sangat bagus
g. Pada siang hari, tiba-tiba teman akrab lama datang
h. Pada siang hari, tiba-tiba ingin posting facebook atau menjawab email
i. Pada sore hari, tiba-tiba ingin bersih-bersih ruangan dan taman
j. Pada sore hari, tiba-tiba HP/komputer kita bermasalah yang butuh penanganan segera
k. Pada sore hari, tiba-tiba motor kita ditilang oleh polisi
l. Pada sore hari, tiba-tiba tetangga kita meninggal dunia
m. Pada sore hari tiba-tiba ingin cari makan yang enak
n. Pada sore hari tiba-tiba muncul rasa malas atas terkantuk ingin tidur
Dan masih ada ratusan kemungkinan lain yang menggagalkan kita untuk melakukan kegiatan di hari itu. Masihkah kita suka menunda?

20. Mimpikan kebaikan agar jadi kenyataan, nyatakan kebaikan agar jadi mimpi indah
Hampir setiap orang memiliki ”mimpi” dan cita-cita untuk menjadi sesuatu atau memiliki sesuatu. Namun, kondisi fisik, psikologis, sosial kerapkali menenggelamkan mimpi itu. Sebetulnya orang yang memiliki ”mimpi sukses” itu tergolong orang yang hebat, sebab tidak semua orang punya mimpi. Mimpi itu termasuk ingin hafal al-Quran. Anugerah Allah yang berupa ”mimpi untuk hafal al-Quran” jangan pernah disia-siakan. Lakukan penguatan ”mimpi” tersebut agar menjadi motivasi kuat dengan banyak membaca kisah-kisah para pengahafal al-Quran serta hikmah-hikmah menghafal.

Dengan demikian, motivasi menjadi kuat dan bisa menggerakkan anggota tubuh untuk meralisasikannya menjadi kenyataan. Disini diperlukan metode dan strategi, supaya mimpi itu tidak dibelokkan menjadi angan-angan hampa belaka. Yakinlah setelah mimpi itu terwujud, tentu hari-hari kita begitu indah bersama al-Quran bagaikan mimpi yang membuai angan dan memanjakan khayalan.

21. Awali dari diri sendiri, kalau kita mendambakan sebuah keluarga “Qur’ani”
Kita tentu tergiur dengan kesuksesan keluarga bapak Mutammimul Ula yang kesepuluh anaknya hafal al-Quran, atau ingin meniru Abdurrahman Farih dan Husein Thababai yang mana di usia balita mereka sudah hafal al-Quran. Kita juga ingin rumah selalu bergaung suara al-Quran dari mulut anak-anak.

Hanya saja, semua harus dimulai dari diri kita (suami, istri, bapak, ibu). Bagaimana mungkin anak-anak akan mengikuti jejak orangtuanya, sementara orangtua tak memberi contoh pada mereka. Orangtua yang hafal al-Quran akan dengan mudah mengenalkan dan membiasakan hafalan pada putra-putrinya di manapun mereka berada. Mungkin setiap berangkat sekolah, anak dituntun untuk menghafal surat-surat pendek. 

Pasti tanpa terasa dalam kurun waktu satu tahun saja, anak akan hafal lebih dari satu juz. Hal ini sulit terrealisasi bila orangtua belum mulai menghafal sejak sekarang. Memang, orangtua yang punya hafalan itu mendatangkan efek domino yang luas, bukan semata untuk diri sendiri, tetapi juga untuk orang lain terutama keluarga dekatnya.
(Materi disampaikan dalam acara “Ta’aruf Qurani” yang diselenggarakan oleh Hai’ah Tahfidz al-Quran Universitas Islam Negeri Maulana Malik ibrahim (UIN Maliki) Malang, tanggal 30 Oktober 2011, di Aula rektorat lt. 3).


Sumber: https://cahayaqurani.wordpress.com

No comments:

Post a Comment